Ujian lisan kali ini membuat saya memahami tentang jebakan yang seringkali menipu kita para pengajar. Yang saya maksud adalah ungkapan mahasiswa ketika kita menjelaskan suatu teori. Biasanya mereka akan berkata, "sudah paham pak." Bersyukurlah melalui ujian lisan sy dapat lebih membongkar pikiran mereka yang sebenarnya. Ternyata jauh dari paham, bahkan beberapa kali saya temui kesalahan konsep. Selesai ujian mereka saya nasehati untuk tidak terlalu cepat merasa paham. Sambil mengangguk-angguk mereka menjawab, "ya pak, paham pak."
GuruPesisirBelajarTeori
Mari kita belajar cara mengajar melalui teori yang dikontekstualisasi terutama oleh kehidupan pesisir - Bersama Habibi Bk (Dosen FKIP Universitas Wiraraja Sumenep)
Saturday, 16 May 2015
Thursday, 7 May 2015
Cagur belajar Bicara
Berikut ini adalah video performa para calon guru IPA di FKIP Universitas Wiraraja Sumenep ketika mengikuti ujian mata kuliah teknik orasi (mengajari skill komunikasi publik/pembelajaran)
Thursday, 12 February 2015
Visi Sekolah yang Terlupakan
Sekolah sebagai sebuah bangunan yang menaungi
proses pembelajaran tegak dimana-mana. Wajib belajar yang dicanangkan oleh
pemerintah serta syarat mutlak pendidikan formal bagi setiap profesi membuat
fungsi sekolah menjadi sedemikian penting. Di sekolah juga terjadi transfer
kebenaran dan norma-norma penyokong ketegaran sebuah bangsa. Guru menjadi tokoh
penentu keberhasilan sekolah. Kesadaran dan niat guru sebagai aspek internal
berpadu dengan kesejahteraan, sarana-prasarana, kurikulum dan akses media informasi
sebagai faktor-faktor yang akan mengantarkan siswa menuju proses belajar yang
berbasis kompetensi.
Udara yang tak terlihat seringkali kita lupakan
fungsi dan nikmatnya dalam kehidupan. Di antara beberapa aspek yang mempengaruhi
keberhasilan proses pendidikan di sekolah, visi sekolah itu sendiri seringkali
terabaikan dan hanya menjadi penghias dinding sekolah atau dokumen administratif.
Sekilas, kita akan membahas aspek tersebut dalam tulisan ini.
Layaknya guru dengan niat dan tujuan hidupnya, yang
menentukan bagaimana kualitas kepengajarannya. Visi sekolah adalah perwuju dan
dari jiwa dan tujuan eksistensi lembaga tersebut. Tanpa visi yang jelas maka
sekolah hanya akan menjadi suatu bangunan fisik tanpa suatu dinamika organik yang
menunjukkan ciri kemanusiaan. Berbagai proses yang berlangsung seperti sebuah
mesin. Sekolah ibaratnya hanya menjadi robot. Produk dari sebuah mesin tentu
tidak jauh dari pembuatnya, yaitu mati dan tidak memiliki kesadaran. Tentu saja
masih akan dapat kita temukan pencilan-pencilan, dimana satu di antara ratusan
siswa memiliki kesadarannya sendiri yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman
pribadi. Namun yang jelas itu tidak lahir karena suatu proses yang disadari
oleh sekolah. Atau juga seorang guru yang idealis dapat memiliki visi yang
mengagumkan di tengah kehidupan sekolah yang materialis. Nmaun dampaknya tentu
tidak dapat begitu banyak diharapkan.
Setiap sekolah secara administratif diwajibkan
untuk memiliki visi, dan oleh karenanya secara administrative setiap sekolah
memang memiliki visi dan misi yang lengkap dan ideal. Namun substansi visi
adalah di dalam semangat dan pikiran orang-orang yang menghuni sekolah, bukan
hanya di dokumen atau papan nama sekolah. Selama inti dari visi tersebut tidak
diresapi dan sepenuh hati diperjuangkan perwujudannya maka sebenarnya visi
tersebut tidak pernah ada. Visi harus hidup untuk menjadi ada. Namun bagaimana
ia akan hidup kalau kenal dan tahu saja tidak. Coba saja anda tanyakan apa visi
sebuah sekolah pada orang-orang di dalamnya, maka akan anda dapatkan fenomena
miris yang membuktikan kebenaran tulisan ini.
Tugas utama pimpinan sekolah adalah mengenalkan dan
mentransfer visi sekolah ke dalam semangat dan pikiran para penghuni sekolah,
mulai dari struktur sekolah, para guru, siswa hingga bahkan para tukang kebun sesuai
dengan level berpikir masing-masing. Visi sekolah akan menjadi pemersatu semua
elemen yang bergerak dengan keahlian, kemampuan berpikir, kesenangan dan bahkan
pola kebiasaan yang berbeda. Kesadaran akan visi yang sama akan mengarahkan
proses pembelajaran di sekolah menjadi kesatuan yang saling melengkapi.
Ibaratnya organisasi organ-organ tumbuhan yang berpadu melakukan fotosintesis
hingga menghasilkan buah yang bermanfaat bagi seluruh kehidupan.
Visi sekolah sangatlah penting. Namun lebih banyak
kita melupakannya. Akibatnya sekolah hanya menjadi mesin yang melakukan
berbagai rutinitas berulang-ulang setiap hari tanpa sebuah perubahan yang sadar
dan terencana. Mungkin tidak semua sekolah demikian, namun dari sekian puluh
tahun menjalani profesi sebagai pendidik, saya melihat sebagian besar bangunan
sekolah kita masih tanpa jiwa. Visi sekolah hanya menjadi pajangan dan label
yang setiap hari kita temui, kita baca dan sekaligus kita abaikan makna dan
nilai-nilainya.
Tentu saja harapan kita semua ini dapat berubah.
Karena dari sekolah-sekolah itu kita berharap banyak akan muncul generasi yang sadar
dan mengekspresikan hakikat kemanusiaannya.
Habibi Bk / Sumenep, Februari 2015
Saturday, 24 January 2015
Niat Guru dan Kualitas Pendidikan
Presiden Republik Indonesia, Pak Habibie, dalam sejarah hidupnya telah ditinggal mati sang ayah sejak beliau masih di dalam kandungan. Dengan tekadnya, sang ibu bersumpah di depan makan ayahnya untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Dengan bermodal kekuatan tekad dan niat yang membara Ibunda habibie berjualan kecil-kecilan sambil membuka usaha kos-kosan untuk membiayai sekolah Habibie dan saudara-saudaranya. Hasilnya sangat luar biasa mengagumkan, kita lihat bagaimana Pak Habibie menjadi ikon pemikiran dan ilmuwan modern Indonesia. Tidak hanya dihargai oleh bangsa tetapi juga oleh dunia. Teori habibie, faktor habibie dan metode habibie dalam dunia konstruksi pesawat telah mengantar beliau sebagai insan yang pemikirannya sangat bermanfaat bagi umat manusia.
Pelajaran yang dapat kita tarik dari sejarah hidup Pak Habibie adalah bagaimana niat dan kesungguhan orang tua ternyata sangat berperan penting. Guru sebagai pengganti orang tua di sekolah tentunya juga demikian. Kita dapat hayati bagaimana kesadaran ibunda habibie mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya mengantar beliau untuk berjuang menyekolahkan mereka hingga jenjang pendidikan tinggi. Harapan guru pada anak-anak didiknya serta tekad mereka untuk benar-benar mengarahkan pada siswa menuju cahaya ilmu sangat penting, selain niat si anak sendiri.
Orang tua atau guru yang memiliki semangat tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan tentu akan menginspirasi dan menularkan semangat tersebut ke anak-anak mereka. Teori Albert Bandura mengenai pengajaran moral dan perilaku melalui modeling (percontohan) sesuai untuk fenomena yang kita bahas ini. Bandura menegaskan bahwa tanpa suatu metode yang rumit sekalipun, artinya secara alami, berbagai perilaku ataupun sikap orang tua dan guru akan ditiru oleh anak-anak mereka.
Penghargaan guru atau orang tua yang besar terhadap pendidikan dalam arti yang sebenarnya, bukan hanya untuk memperoleh ijazah akan membekas kuat di sanubari anak. Hal inilah yang tampaknya menjadi modal dasar para guru klasik mengajarkan pengetahuan dan karakter. Mereka belum mengenal berbagai teknik ataupun media pembelajaran canggih seperti saat ini. Tapi mereka memiliki tekad dan filosofi yang berakar kuat di hatinya untuk mengajar. Dan itu melebihi media secanggih apapun di dalam proses pengajaran.
Sayangnya jika kita mau jujur dengan kondisi saat ini, telah banyak guru atau orang tua yang tidak menghargai pendidikan secara benar. Sekolah dihargai sebatas sebagai pencetak ijazah. Ilmu pengetahuan atau karakter anak akhirnya kurang benar-benar menjadi prioritas. Apalagi jika untuk menjadi guru saja sudah menggunakan cara-cara yang tidak benar, tentu kita tahu apa motif mereka sebagai guru kelak.
Permasalahan pendidikan ini seiring dengan merajalelanya korupsi di masyarakat. Pemerintahan dan masyarakat yang korup juga berimbas pada pendidikan yang nantinya juga menghasilkan mental-mental korup. Untuk memperbaiki hal ini tidaklah cukup kiranya hanya melalui perbaikan kurikulum, pelatihan atau seminar. Perlu langkah-langkah intensif untuk membenahi paradigma para pengajar ataupun orang tua siswa. Dan ini harus dimulai dari pemerintah sendiri.
Teringat akan status seorang Dosen UNESA, Dr. Erman, bahwa profesi guru saat ini adalah profesi yang paling sulit. Kenapa? karena sulit sekali untuk mencari figur karakter yang dapat dijadikan contoh bagi para siswa. Secara individual ataupun kolektif mari kita coba perbaiki kerumitan ini melalui perbaikan niat dan ketulusan hati untuk mengabdi dan belajar. Semoga Allah meridhai.
(Habibi Bk / Sumenep, Januari 2015)
Saturday, 8 November 2014
Subscribe to:
Posts (Atom)