Thursday, 6 November 2014

Dukungan Ilmiah Kekuatan Niat dan Pikiran Positif

Kazuo Murakami, seorang ahli genetika Jepang pemenang Max Planc Research Award (1990) dan Japan Academy Prize (1996) menulis sebuah buku yang sangat inspiratif. Terutama bagi kita para guru yang menghadapi tantangan besar dalam melaksanakan profesi dalam dunia pendidikan. Judul buku tersebut adalah The Divine Code of Life yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.


Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukannya di bidang genetika Kazuo menemukan suatu fakta yang mengagumkan di balik mekanisme kerja gen yang mengontrol karakter kita sebagai manusia. Dari sekian banyak kode-kode genetik yang menyandi karakter fisik ataupun kecenderungan kejiwaan kita, ternyata tidak semua berfungsi. Ada mekanisme on dan of, artinya terdapat sebagian kode yang aktif  dan sebagian lain (yang jumlahnya jauh lebih besar) justru dalam keadaan of alias tidak aktif. Itulah yang menyebabkan kembar identik sekalipun pasti memiliki perbedaan-perbedaan secara fisik apalagi psikologis.

Inspirasi dari buku tersebut datangnya dari temuan Kazuo bahwa pikiran ternyata berpengaruh terhadap mekanisme on atau of kode genetik. Pikiran-pikiran atau niat yang positif ternyata dapat meng "on" kan karakter-karakter yang bermanfaat demikian juga sebaliknya. Secara sederhana orang dengan pikiran positif atau niat yang kuat akan mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya,  bahkan perubahan itu dimulai dari perubahan genetik. MasyaAllah (semua terjadi atas kehendak Allah).

Tantangan yang berat dan kondisi yang sulit bagi seorang calon guru untuk melaksanakan tugas-tugasnya, apalagi guru pesisir yang medannya berat, akan menjadi lebih mudah terlalui jika kita memiliki niat dan keyakinan positif yang kuat. Tubuh kita akan beradaptasi. Kondisi pantai yang ganas, ombak laut yang tidak bersahabat ataupun anak-anak pesisir yang kadang sulit diajak belajar akan menjadi suatu permainan yang menyenangkan ketika diri kita telah "berevolusi" menjadi jauh lebih kuat.
(Habibi Bk / Sumenep, November 2014)

Friday, 31 October 2014

Mendalami Niat Kita Menjadi Guru

Niat menjadi pondasi kesuksesan untuk menjalani suatu profesi, termasuk mengajar. Niat menjadi bagian terdalam dari pribadi seseorang menggerakkannya untuk melakukan atau berhenti dari suatu pekerjaan. Seorang guru dengan pakaian lengkap seragam resmi belum tentu menunjukkan niatnya yang kuat sebagai guru (walaupun penampilan juga menjadi salah satu indikator niat). Saya pernah membaca di internet bagaimana seorang peraih nobel yang mendedikasikan dirinya pada ilmu dan pengajarannya ternyata penampilannya sangat nyantai.

Apakah kita benar-benar menyadari niat yang mengeram di sudut terdalam hati kita sendiri? Pengalaman saya sendiri menunjukkan terkadang kita kurang menyadari (memikirkan) niat dari seluruh aktivitas tersebut. Hal inilah yang nampaknya menjadi salah satu jargon salah satu guru terbesar sepanjang sejarah, Socrates, untuk mengenali diri kita sendiri sebagai suatu pengetahuan paling puncak. Pengetahuan akan diri yang baik akan membawa kita pada perubahan besar untuk pribadi ataupun masyarakat.

Kita harus secara sengaja meluangkan waktu untuk mendeteksi niat-niat yang kita miliki sebelum benar-benar terjun dalam dunia pengajaran. Apa sebenarnya alasan yang melandasi pilihan kita untuk menjadi seorang guru? Bisa jadi terdapat alasan ideal, namun pastinya juga ada alasan-alasan pamrih individual. Kita coba untuk jujur pada diri sendiri. Apakah stok niat kita cukup kuat bagi kita untuk bertahan lama sebagai seorang guru? Jika meragukan maka sebaiknya kita mengevaluasi kembali apa keinginan kita.

Jika kita hidup di daerah pesisir maka tentu saja kita harus mempertanyakan kembali mengapa kita ingin menjadi guru di daerah yang kondisi pendidikannya kurang berkembang ini? Di tengah masyarakat yang berorientasi pada kerja di tengah lautan atau tambak-tambak sepanjang hari (bersama anak-anak mereka) sanggupkah kita menjadi sosok guru yang sabar sekaligus ulet dalam memberi semangat belajar anak-anak kita nantinya? Berat. Oleh karena itu niat di awal harus benar-benar kuat.

Namun motif dapat berubah dan dibentuk melalui suatu perenungan yang sadar. Tentu saja membutuhkan waktu, keseriusan dan masukan dari berbagai pihak. Kita coba untuk sharing dengan guru-guru yang telah mengenyam banyak pengalaman di dunia pengajaran. Apa saja hikmah-hikmah dari pengalaman mereka, kita dapat internalisasi untuk membentuk niat kita. Mempelajari berbagai efek positif guru bagi perkembangan masyarakat juga dapat menjadi bahan bakar untuk semanagat kita.

Apapun pilihan kita, kesadaran untuk bercermin dan menjenguk motif terdapam yang bercokol di relung hati kita adalah yang terbaik. Mudah-mudahan dengan itu kita dapat terlahir menjadi guru profesional harapan masyarakat.

(Habibi Bk / Sumenep, Oktober 2014)

Sunday, 26 October 2014

Kekuatan Niat untuk Kesuksesan Mengajar

Hendak menjadi seorang guru atau pengajar yang dibutuhkan pertama kali adalah niat yang kuat. Ibarat sebuah bangunan, niat berperan layaknya pondasi. Bayangkan saja bagaimana nasib sebuah bangunan yang pondasinya keropos. Atau tanaman yang akarnya busuk. Bangunan akan mudah roboh, demikian pula dengan tanaman yang sulit untuk tumbuh berkembang sebelum akhirnya layu dan mati.


Niat bukan suatu kata atau kalimat tunggal yang membuat seseorang melakukan segalanya untuk hal tersebut. Niat dalam diri manusia bersifat jamak alias bervariasi, layaknya sebuah lukisan yang tersusun atas banyak warna. Tentu saja kita memiliki kebutuhan fisiologis, sosial, keamanan atau bahkan aktualisasi diri yang akan mewarnai niatan kita. Namun alangkah baiknya jika niatan kita untuk mengajar lebih didominasi oleh tujuan sosial atau spiritual, bukan tujuan material dan individual. Komposisi niat akan menentukan apakah kita akan dapat menikmati semua proses sebagai seorang pengajar atau tidak. Jika tujuan material lebih mendominasi saya yakin proses itu tidak akan benar-benar kita nikmati.

Kita dapat belajar dari sejarah bagaimana guru-guru besar dapat menghasilkan murid-murid berkualitas dan proses pengajarannya terus dikenang oleh generasi-generasi setelahnya. Sokrates menjadi contoh yang sangat tua dalam sejarah, tentang bagaimana ia harus mati minum racun untuk berpegang pada kebenaran yang diajarkannya. Ki Hadjar Dewantara rela dimusuhi dan dipenjarakan oleh pemerintah kolonial demi mencerdaskan pribumi yang dilarang mengenyam sekolah. Kekuatan niat menentukan seberapa besar rintangan yang dapat anda lalui sebagai seorang guru.

Hasil gambar untuk socratesHasil gambar untuk ki hadjar

Dalam sebuah penelitian yang saya lakukan pada tahun 2013 mengenai upaya yang dilakukan oleh guru-guru senior di pulau Giligenting Madura  untuk tetap bertahan menjalankan profesi guru selama puluhan tahun di tengah kondisi alam yang demikian ganas dan terpencil terdapat suatu temuan yang menarik. Salah seorang guru yang telah lebih dari tiga puluh tahun mengajar menyatakan bahwa ia bertahan karena suatu prinsip yaitu ilmu yang dimiliki walaupun sedikit harus diamalkan. Selain itu ia selalu menganggap para siswa sebagai anak-anaknya sendiri. Mengajar di tengah kesulitan ekonomi menjadi nikmat baginya. 

Apa yang kita lihat dan rasakan ditentukan oleh bagaimana cara kita berpikit (mindset). Dan pola berpikir itu telah dibentuk melalui niat dan tentu saja proses belajar.
(Habibi Bk / Sumenep, 2014)